Kamis, 27 November 2014

Masyaikh Salafi Yang Meriwayatkan Dari Mereka Syaikh al-Fadani

1 komentar

New Picture

Siapa yang tidak mengenal sosok Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani rahimahullahu (w. 1410 H/ 1990 M)?.

Sebagian ulama riwayah menggelari beliau “musnid dunya”, gelar yang sangat tinggi bagi seorang ahli riwayat padahal beliau seorang ‘ajam (non Arab). Sebagaimana telah dikenal, walaupun tinggal di Mekkah sejak kecil, sebenarnya beliau ini keturunan Padang, Indonesia. [1]

Syaikh Hammad bin Muhammad al-Anshori as-Salafi berkata tentang al-Fadani, “

"إن الفاداني خدم فن الأسانيد - ولا أعرف أحداً أعلم منه في هذا العلم”

“Sesungguhnya al-Fadani, penjaga ilmu isnad, dan aku tidak mengetahui seorang pun yang lebih ‘alim darinya dalam ilmu ini”.[2]

Sangat banyak murid beliau dalam riwayah di dunia, terkhusus lagi Indonesia. Apa lagi beliau termasuk ulama yang memberi ijazah umum kepada siapa saja yang menjumpai masa hidupnya sebagaimana termaktub dalam kitabnya al-‘Ujalah fi al-Ahadits al-Musalsalah hal 122, kata beliau:

وَقد أجزت بهَا جَمِيع أهل عصري ووقتي مِمَّن أَرَادَ الرِّوَايَة عني

“Sungguh telah aku ijazahkan dengannya semua orang (yang hidup) dizaman ku dan dimasa (hidup) ku bagi yang me-nginginkan riwayat dari ku”.

Ijazah umum ini beliau sebutkan juga dalam kitab beliau yang lainnya seperti dalam Waraqat fi Majmu’at al-Musalsalat wa al-Awa’il wa al-Asanid al-‘Aliyyah, atau dalam kitab an-Nafhat al-Miskiyyah fi al-Asanid al-Muttashilah. Maka dengan ijazah ini, semua orang yang menjumpai masa hidupnya (beliau wafat tahun 1410 H), boleh meriwayatkan darinya, dengan demikian otomatis menjadi muridnya secara riwayah, yakni bagi orang yang menganggap sah periwayatan dengan metode seperti ini. Seperti kita ketahui, tidak semua ulama menerima ijazah umum model ini, tapi yang menganggapnya shahih pun bukan ulama sembarangan. Diantara penghulu ulama dizaman yang dekat dengan kita yang menganggap ijazah model ini shahih dan mengamalkannya adalah musnid dunya dizamannya: Imam Nadzir Husein ad-Dihlawi, juga musnid Yaman al-Allamah Husein bin Muhsin al-Anshari, dan ahli hadits besar al-Allamah Syamsul Haq Adzim Aabadi penulis syarah Abu Dawud.[3] Jadi ijazah umum dari Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani ini bukan hal yang baru dan bukan hal yang ditolak.

Dijuluki “musnid dunya” oleh sebagian ulama, karena apa yang ada pada al-Fadani berupa sanad-sanad periwayatan yang ‘aliy (tinggi) dari guru yang sangat banyak. Seakan-akan sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 148,

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ …

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan”.

Namun demikian seperti kita ketahui dalam istilah ilmu hadits, bahwa seorang musnid tidak mesti faqih akan tetapi ia hanya meriwayatkan hadits saja dengan sanadnya.

Guru Syaikh al-Fadani dalam riwayah memang terhitung sangat banyak, ini mengingatkan kita kepada banyaknya guru-guru ahli hadits lampau seperti apa yang kita temukan dalam biografi Imam Bukhori, Imam Thabrani dan lain-lainnya. Diantara yang menyebutkan guru-guru Syaikh al-Fadani yang tidak kurang dari 700 orang itu adalah muridnya Syaikh Dr. Yusuf al-Mar’asyali dalam kitab Mu’jam al-Ma’ajim wa al-Masyikhat wa al-Faharis wa al-Baramij wa al-Atsbat. Dan apa yang disebutkan oleh beliau ini, diduga tidak mencakup semua guru riwayat Syaikh al-Fadani, karena ada sebagian guru yang tidak disebut al-Mar’asyali tapi disebutkan dalam kitab lain seperti Bulugul Amani dan lainnya. Para guru itu selain berasal dari Nusantara, juga berasal dari berbagai negeri seperti Maghrib, India, Syam, Yaman, Hijaz dan lainnya. Juga berasal dari berbagai kelompok dan pemikiran seperti sufiyyah, asya’irah dan lain sebagainya termasuk ulama salafiyah yang dijuluki sebagian orang dengan “Wahabi”. Istilah Wahabi sering dinisbatkan kepada siapa saja yang berdakwah kepada pemurnian tauhid dan sunnah walaupun kadang kala tidak memiliki hubungan dengan nisbat istilah yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu.

“Wahabi” dan Syaikh al-Fadani

Kita sering mendengar ada sebagian orang yang mengaku sebagai murid Syaikh Yasin al-Fadani, tetapi sangat membenci dakwah salafiyah “wahabiyyah”. Jika kita menjumpai orang seperti itu, maka ia berbeda dengan gurunya, sebab Syaikh Yasin sendiri terlihat sangat menghormati Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Terlepas beliau setuju atau tidak dengan Dakwah Salafiyyah “Wahabiyyah” ini.

Sedikitnya ada tiga hal yang membuat penulis yakin bahwa Syaikh Muhammad Yasin Fadani tidak membenci Dakwah Salafiyyah :

Pertama, pujian beliau kepada Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu dalam tulisan-tulisannya.

Seperti apa yang beliau tulis dalam ringkasan Tsabat gurunya Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi[4] yang berjudul Ithaful Ikhwan (hal. 76), disana beliau memuji Syaikh Ibn Abdul Wahab dengan “Syaikhul Islam”, kata beliau: “(Syaikh Muhammad Abid As-Sindi meriwayatkan) dari Syaikh Abdullah bin Muhammad an-Najdi[5] dari Bapaknya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi dengan riwayatnya dari al-Bashri[6]”.

Pujian itu serupa beliau tulis kembali dalam ijazah untuk Syaikh Abdullah bin Abdul Karim al-Jarafi hal. 70-71. Disana beliau bahkan menyebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan, ”Syaikhul Islam, al-Imam, al-Mujadid”. Ini tentu pujian yang sangat tinggi bahkan sebuah derajat tertinggi yang pernah diketahui penulis dari pujian untuk para ulama.

Kedua, Syaikh Muhammad Yasin Fadani rahimahullahu telah mengkhatamkan berbagai kitab Salafiyyah yang menjadi ciri khas seorang “Wahabi”, seperti al-Aqidah al-Washitiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Kasyfusy Syubhat karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab dan juga Manzumah Aqidah As-Safarini. Diantaranya kepada gurunya yang juga seorang ulama keturunan Nusantara : Syaikh al-Allamah al-Fardhi Zubair bin Haji Ahmad Ismail al-Indunisi al-Ghulfulani. Seorang Pengajar asal Indonesia di Madrasah ash-Shaulatiyah, dan juga Mudir di Darul Ulum ad-Dinniyah dan Pengajar di Masjidil Harom. Sebagaimana dikisahkan muridnya Syaikh Mukhtaruddin al-Falimbani dalam Bulughul Amani hal 27. Syaikh al-Ghulfulani ini memang diketahui kerap mengajarkan kitab-kitab salafiyyah di madrasahnya.

Syaikh al-Fadani juga membaca al-Ibanah karya Imam al-Asy’ari dan kitab Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada ulama Haramain Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi, hal itu disebutkan juga pada halaman 10, Bulughul Amani.

Al-Fadani juga telah mengkhatamkan Ushul Tsalatsah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan al-Itiqad karya Imam Ibnu Qudamah kepada gurunya Sayyid Hasyim bin Abdullah bin Umar bin Muhammad Syatha bin Mahmud al-Makki asy-Syafi’i (w. 1380 H), sebagaimana dalam Bulughul Amani hal 24.

Dalam Ijazah untuk Syaikh Abdullah yang telah lalu, juga disebutkan bahwa Syaikh Fadani meriwayatkan Kitab Tauhid dan Kitab-Kitab lain karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab lewat jalan gurunya yang lain yaitu Syaikh Ali bin Ali al-Habsyi al-Madini, Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Ghazi dan Syaikh Abdussattar ad-Dihlawi al-Atsari dengan sanadnya yang muttasil. Al-Fadani juga meriwayatkan kitab Fathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan alu Syaikh[7], cucu dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab lewat jalan gurunya Syaikh Baqir bin Muhammad Nur al-Jukjawi (w. 1363 H)[8] seorang ulama Nusantara tepatnya Yogyakarta, yang meriwayatkan dari jalan gurunya Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin Isa an-Najdi[9], seorang salafi masyhur sebagaimana kata Syaikh Abdul Hayy al-Kattani dalam Fihras al-Faharis hal. 125, “an-Najdi, al-‘Alim as-Salafi al-Musnid”. Syaikh Ahmad ini, meriwayatkannya langsung dari penulisnya Syaikh Abdurrahman bin Hasan. Sedangkan bagi Syaikh Baqir, selain dari Syaikh Ahmad, beliau meriwayatkan pula dari seorang salafi lainnya yaitu al-Allamah Maghrib Abu Syu’aib bin Abdurrahman ad-Dukkali. [10]

Ketiga, Syaikh Muhammad Yasin Fadani rahimahullahu memiliki banyak guru dari kalangan Salafiyyin, terkhusus lagi dari Najd, seperti yang akan kami sebutkan sebentar lagi. Memang, Syaikh al-Fadani diyakini sebagian kalangan beraqidah Asya’irah, sebagaimana telah umum dipegang oleh kalangan umat Islam Indonesia di masa itu. Namun, sudah maklum pula sejak beberapa abad yang lalu, ulama salafiyah saling meriwayatkan dengan ulama asyairah, dan disukai atau tidak oleh kedua belah pihak, begitulah faktanya. Disinilah kedua belah pihak dituntut bersikap adil dalam menyingkapi kesalahan ulama. Apalagi menyangkut sikap kepada para ulama yang dikenal dengan kebaikan dan jasanya, tanpa berta’ashub kepada salah satu diantara mereka.

Berikut ini uraian singkat mengenai guru-guru riwayat Syaikh Muhammad Yasin Fadani dari kalangan Salafiyyun:

Riwayat al-Fadani dari Ulama Najd

Disebutkan dalam Mu’jam al-Ma’ajim jilid 3, bahwa Syaikh Muhammad Yasin Fadani meriwayatkan dari tidak kurang empat ulama Najd, pusat Dakwah Salafiyyah sekarang ini seperti telah maklum. Mereka adalah :

Pertama, Syaikh al-Allamah al-Musnid al-Mu’arikh Sulaiman bin Abdurrahman alu ash-Shani’ an-Najdi (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/33), wafat tahun 1389 H. [11]

New Picture (1)

Beliau seorang ‘alim salafi yang masyhur, pernah menjadi anggota lajnah yang bertanggung jawab atas Madrasah Darul Hadits Makkah –sebuah Madrasah Salafi- yang didirikan Syaikh Abdul Dhahir Abu Samah dan menantunya Syaikh Abdurrazaq Hamzah. Syaikh Ash-Shani’ termasuk musnid dizamannya dan banyak sekali guru-guru riwayatnya. Diantara sebagian guru beliau baik secara sama’i maupun melalui ijazah adalah ulama yang keras terhadap ahli bid’ah dan khurafat Syaikh Abu Bakr Khuwaqir as-Salafi, dan dari kalangan keluarga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yaitu Syaikh Abdullah bin Hasan alu-Syaikh an-Najdi (beliau juga termasuk guru al-Fadani) dan Syaikh Muhammad bin Abdul Latif bin Abdurrahman bin Hasan alu Syaikh an-Najdi.

Kedua, Syaikh al-Allamah al-Musnid Abdullah bin Hasan bin Husein alu Syaikh an-Najdi (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/36), [12]

Beliau adalah al-Allamah, al-Fahdil, al-Jalil, Pemimpin para Qadhi dimasanya, Asy-Syaikh, Abdullah putra Syaikh Hasan putra Syaikh Husein putra Syaikh Ali putra Syaikh Husein yang merupakan putra dari Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau meriwayatkan dari Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin Isa, Syaikh Sa’ad bin Atiq dan lainnya.

Ketiga, Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdul Aziz bin al-Mani an-Najdi (w. 1385), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/51), [13]

New Picture (2)

Seorang ‘alim yang banyak melakukan rihlah ke berbagai negeri, seperti Iraq, Syam, Mesir dan lainnya. Sempat bertemu dengan tiga ahli hadits besar di Syam, yaitu Syaikh al-Muhadits Jamalluddin al-Qasimi dan membaca kepadanya Shahih Bukhori, juga kepada Syaikh al-Muhadits as-Salafi Abdurrazaq al-Baithar dan Syaikh al-Musnid Badruddin al-Hasani. Dalam sebagian tulisannya beliau mengatakan tentang dirinya sendiri, “Hanbali mazhabnya, salafi aqidahnya”.[14]

Keempat, Syaikh al-Allamah Muhammad bin Ali ibn Turki an-Najdi (w. 1380 H), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/52), [15]

Belajar kepada Syaikh Abu Bakar Arif al-Khuwaqir, Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin Isa, Syaikh Abu Syu’aib ad-Dukkali, Syaikh Shalih bin Utsman al-Qadhi, Syaikh Muhammad bin Abdul Karim asy-Syabl dan lainnya. Mengajar di Masjidil Haram dan beliau dikenal sangat keras terhadap bid’ah dan khurafat. Ulama sezaman dengannya Syaikh Muhammad Munir Agha ad-Dimasyqi mengatakan, “… Syaikh Muhammad bin Turki, al-‘Alim, al-Atsari, as-Salafi, yang masyhur, tidak ada dizaman ini yang semisal dengannya”. [16]

Guru-Guru al-Fadani Dari Salafi Selain Ulama Najd

Selain dari ulama salafiyyah Najd, Syaikh Yasin Fadani juga meriwayatkan dari beberapa masyaikh Salafi Atsari dari berbagai negeri lain. Sebagaimana disebutkan dalam Mu’jam al-Ma’ajim dan berbagai sumber lain, yaitu :

Kelima, Syaikh al-Muhadits Ahmad bin Muhammad Syakir al-Mishri (w. 1377), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/22).

New Picture (3)

‘Alim dari negeri Mesir, pensyarah Musnad Ahmad, Tirmidzi dan lain nya. Meriwayatkan dari Muhadits Syam Syaikh Jamaludin al-Qasimi, Syaikh Muhammad Rasyid Ridho (pemilik Majalah al-Manar), Muhadits Maghrib Syaikh Abdullah bin Idris as-Sanusi as-Salafi, Bapak beliau al-Qadhi Muhammad Syakir dan lainnya. Beliau berkata, “Diantara sumber terbesar dalam rujukan ilmiyah ku setelah Kitabullah dan Sunnah yang suci adalah kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya al-Imam al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyah serta kitab Syaikhul Islam (mujadid abad ke-12) Muhammad bin Abdul Wahab semoga Allah merahmati mereka semua”.[17] Tidak salah lagi beliau seorang Salafi, insyaAllah Ta’ala.

Keenam, Al-Allamah al-Muhadits Abu Syu’aib bin Abdurrahman ad-Dukkali (w. 1356) (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/24). Alim dari Maghrib yang dikenal penentangannya yang keras kepada sufisme, khurafat dan kebid’ahan. InsyaAllah akan ada biografinya diblog ini.

Ketujuh, Syaikh al-Allamah Abdul Hamid bin Muhammad Mushthofa ibn Badis (w. 1359), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim (3/38), juga dalam Hadi as-Saari hal 209). [18]

New Picture (4)

Pimpinan perhimpunan ulama Aljazair sejak tahun 1931 sampai wafatnya. Terkenal karena dakwahnya melawan berbagai pemikiran sesat di negerinya. Syaikh meriwayatkan dari beberapa guru, diantaranya dari ulama al-Azhar Syaikh Muhammad Bakhit al-Muthi’i, ulama India Syaikh Husein Ahmad al-Faidh Aabadi, Syaikh Muhammad Yusuf at-Tunisi, Syaikh Muhammad al-Aziz al-Wajir at-Tunisi dan Syaikh Muhammad Abu Fadhl al-Jaizawi. Al-Allamah Ibnu Badis adalah ulama salafi sebagaimana disaksikan oleh sahabatnya Syaikh al-Ibrahimi, lihat penjelasan Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam situs pribadinya.[19]

Kedelapan, Syaikh al-Mu’arikh al-Musnid Abdul Hafizh bin Muhammad Thahir al-Fasi (w. 1383), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/38).

New Picture (5)

‘Alim maghrib dan musnid dizamannya, ter-masuk murid al-‘Allamah ad-Dukkali, mengarang ba-nyak kitab tentang biografi ulama dan sanad-sanad nya. Meriwayatkan dari banyak sekali syaikh, diantaranya : Syaikh Jamaluddin al-Qasimi, Syaikh Muham-mad Rasyid Ridho, Syaikh Abu Syu’aib ad-Dukkali, Syaikh Abdullah as-Sanusi dan lainnya. al-Allamah Iraq Mahmud Syukri al-Alusi rahma-hullahu dalam surat-suratnya kepada Muhadits Syam Syaikh Jamaluddin al-Qasimi (hal 115 – tahqiq al-Ajmi) dalam mensifati Syaikh Abdul Hafizh al-Fihry rahimahullahu mengatakan: “Beliau seorang salafi dalam aqidahnya, dan atsari mazhabnya”.

Kesembilan, Syaikh al-Allamah al-Muhadits Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri (w. 1353), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/39). [20]

Muhadits besar asal India, pensyarah Sunan Tirmidzi yang terkenal Tuhfatul Ahwadzi. Meriwayatkan dari Syaikh Nadhir Husein, Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Ja’fari al-Majhali Syahri dan Syaikh Husein bin Muhsin al-Anshari sebagaimana beliau sebutkan dalam muqadimah syarahnya. Syaikh Dr. Abdul Wahab Khalil ar-Rahman berkata, “Beliau adalah benteng yang kokoh dan terang, gerakan dakwah salafiyah di India”.[21] Sedangkan al-Allamah Taqiyuddin al-Hilali berkata tentang gurunya Syaikh al-Mubarakfuri, “Ustadzuna al-Allamah yang zuhud dan wara’, pengikut jalan salafushalih ..”.[22] Termasuk murid Syaikh al-Mubarakfuri dalam riwayah adalah Mufti Saudi yang lalu Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu-Syaikh lewat ijazah mukatabah[23], sedangkan yang masih hidup sampai ditulisnya artikel ini adalah guru kami al-Allamah al-Musnid al-Mu’ammar Zhahiruddin al-Mubarakfuri hafizahullahu.

Kesepuluh, Syaikh al-Imam Abdul Dhahir Abu Samah al-Mishri al-Makki (w. 1370 H), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/40)[24],

New Picture (6)

Alim Mesir dan al-Azhar, pengasas Anshar Sunnah al-Muhamadiyyah Mesir yang kemudian hijrah ke Hijaz dan mengasas Darul Hadits Khairiyah di Mekkah atas restu Raja Abdul Aziz alu Saud. Mengajar dan menjadi khathib dan imam di Masjidil Harom. Ruju’nya beliau dari sufiyyah kepada salafiyah terkenal ceritanya. Diantara yang meriwayatkan darinya selain Syaikh al-Fadani adalah Mufti Yaman Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Zabarah[25].

Kesebelas, Syaikh Al-Allamah al-Muhadits Ubaidullah bin Abdusalam al-Mubarakfuri (w. 1363 H), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/42).

New Picture (7)

‘Alim India, Pensyarah al-Misykat yang meriwayatkan dari Bapaknya dan dari Syaikh Abdurrahman al-Mubarakfuri. Syaikh Dr. Abdul Wahab Khalil ar-Rahman berkata, “Tidak sangsi lagi bahwa beliau adalah imam salafiyyin di India dizaman ini”.[26] Banyak murid beliau yang masih hidup sampai sekarang, seperti Syaikhuna Abdul Wakil bin Abdul Haq al-Hasyimi, Syaikhuna Prof. Dr. Ashim bin Abdullah al-Quryuthi, anak beliau Syakhuna Abdurrahman bin Ubaidullah al-Mubarakfuri dan lainnya.

Keduabelas, Syaikh al-Allamah Muhammad Bahjat al-Baithar (w. 1396), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/48),

New Picture (8)

Ulama ahlus sunnah Syam pada zamannya, pernah mengajar di Masjidil Harom dan tempat lainnya di Saudi. Belajar dan mengambil riwayat dari gurunya Syaikh Jamaluddin al-Qasimi, juga dari kakeknya dari pihak ibu Syaikh Abdurrazaq al-Baithar[27]. Kedua Syaikh inilah yang mempengaruhi pemikiran-pemikirannya. Syaikh Muhammad Bahjat dikenal sebagai ulama salafi di Syam, dalam keadaan ayahnya adalah tokoh sufi ekstrim, sehingga menimbulkan keheranan sebagian penulis seperti Syaikh Ali ath-Thanthawi rahimahullahu yang berkata, “Diantara keajaiban dalam keajaiban, sesungguhnya Bapaknya Syaikh Bahjat adalah seorang sufi dari sufiyyah ekstrim, yang berpaham wahdatul wujud, diatas mazhab Ibn ‘Arabi, Ibn Saba’in dan al-Halajj..” (Rijal min at-Tarikh hal. 416-417).

Ketigabelas, Syaikh al-Muhadits Muhammad Abdurrazaq Hamzah (w. 1392), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/49),

New Picture (9)

Ulama Mesir al-Azhar yang merupakan menantu Syaikh Abdul Dhahir Abu Samah. Bersamanya mendirikan Anshar Sunnah al-Muhamadiyah dan Darul Hadits Khairiyyah. Keras terhadap ahli bid’ah dan kerusakan, sebagaimana dalam kitab tulisannya al-Maqabalah Baina al-Hadi wa adh-Dhalal dan Haul Tarhib sebagai bantahan bagi Syaikh al-Kautsari, juga kitab Dzhulumat Abi Rayyah sebagai bantahan bagi Syaikh Abu Rayah. Meriwayatkan dari Syaikh Abu Bakar Arif Khuwaqir, Syaikh Ubaidullah bin Islam as-Sindi, dan lainnya. Sanadnya disebutkan muridnya Syaikh Sulaiman ash-Shani’ dalam ijazahnya bagi Syaikh Yahya bin Muhammad Latif Syakur (hal. 289). Biografi lengkapnya dimuat pada Majalah edisi kali ini didepan.

Keempatbelas, Syaikh al-Musnid Muhammad Sulthan al-Ma’shumi al-Khujandi (w. 1381 H), (lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/49),[28]

الشيخ المعصومي

Penulis handal dan pengajar di Masjidil Harom dan Darul Hadits Khairiyah. Meriwayatkan dari banyak sekali ulama dan beliau memiliki tsabat tersendiri tentang ini, seperti dalam kitab ad-Durr al-Mashnun fi Asanid Ulama ar-Rabi al-Maskun. Diantara gurunya Syaikh Abu Syu’aib ad-Dukkali, Syaikh Muhammad Bakhit al-Muthi’i, Syaikh Ahmad al-Barjanji, Syaikh Abdullah al-Qudumi al-Hanbali dan lainnya. Memiliki banyak tulisan bermanfaat, diantara yang masyhur dalam hal kecaman bagi fanatisme mazhab, berjudul Hadiyatus Sulthan ila Muslimi Biladil Yaban. Syaikh Ahmad Syakir berkata tentang beliau, “’Alim Fadhil dari saudara kami ulama Hijaz salafiyyin, beliau adalah Syaikh Muhammad Shulthan al-Ma’shumi al-Khujandi”.[29]

Kelimabelas, Syaikh Muhammad Thayib bin Ishaq al-Anshari at-Tumbakti (w. 1362)[30].

‘Alim dari Negeri Mali yang merupakan muhajir di Mekkah al-Mukaramah. Muridnya Syaikh al-Mu’arikh Sulaiman bin ash-Shani’ mengatakan tentangnya, “…. Guru kami al-Muhadits, al-Muhaqiq, Penolong Sunnah Nabawiyah dan Da’i penyeru kepada Allah di Bilad Khairul Bari’yah”.[31]. Beliau meriwayatkan dari Syaikh Muhammad Ja’far al-Kattani dan Syaikh Ahmad bin Syamsuddin asy-Syinqithi yang keduanya meriwayatkan dari Bapak yang pertama, Syaikh Ja’far al-Kattani. Beliau termasuk guru dari Syaikh Abdurrahman al-Ifriki, mudir Darul Hadits Madinah.

Keenambelas, Syaikh Hamid bin Adib Ruslan at-Taqi (w. 1387 H) lihat dalam Mu’jam al-Ma’ajim (3/27)

Termasuk dalam keluarga dan murid dari Syaikh Jamaluddin al-Qasimi muhadits Syam. Sepeninggal Syaikh al-Qasimi, beliaulah yang menjadi pengganti di majelis-majelis gurunya. Penulis biografinya dalam Majalah Tamadun al-Islami (34/291-292) berkisah tentang beliau, “Dalam kajiannya beliau memperingatkan dari bid’ah dan kesesatan, termasuk pendukung perbaikan diatas mazhab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang dikenal dengan as-Salafiyah”.

Ketujuhbelas, Syaikh Abdussattar bin Abdul Wahab ad-Dihlawi (w. 1355 H), lihat dalam Mu’jam al-Ma’ajim (3/40).

Ahli sejarah, musnid dizamannya, pengajar di masjidil harom, banyak sekali karangannya tentang biografi, sejarah dan sanad-sanad periwayatan. Berguru kepada Syaikh Abu Bakar Arif Khuwaqir, Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin Isa dan banyak lagi lainnya. Sebagian penulis biografi menyebut beliau dengan berbagai julukan, “Ash-Shadiqi, ad-Dihlawi, al-Hindi, kemudian al-Makki al-Hanafi, kemudian al-Atsari..”. [32] Nisbat al-Atsari artinya sangat berkomitmen dalam mengikuti atsar salaf, biasanya digunakan bagi ulama ahlus sunnah salafiyyah.

Kedelapanbelas, Syaikh al-Allamah Yahya bin Muhammad bin Lathifullah Muhammad Syakur al-Ahnumi (w. 1370 H), lihat dalam Bulughul Amani hal. 98-99

Termasuk ulama Yaman yang mengambil riwayat dari banyak ulama salafiyah semisal : Syaikh Abu Bakar Arif Khuwaqir, Syaikh Muhammad Abdurrazaq Hamzah, Syaikh Ahmadullah ad-Dihlawi, Syaikh Sulaiman ash-Shani’, Syaikh Muhammad Shulthan al-Ma’shumi dan lainnya. Gurunya, Syaikh al-Mu’arikh Sulaiman bin Ash-Shani’ mengatakan tentangnya, “Telah meminta kepada saya seorang ‘alim, saudara karena Allah, yang aku suka kepribadiannya, Syaikh Yahya bin Muhammad Latif Syakur, al-Ahnumi negeri asalnya, salafi aqidah dan mazhabnya, meminta agar diijazahi dalam sittah…” Lihat Tsamr al-Yani hal. 288

Inilah sebatas yang bisa penulis sebutkan biografi singkatnya, mungkin saja ada ulama salafiyyah lain yang terlewatkan oleh penulis, namun yang sedikit ini, mudah-mudahan menjadi ibrah bagi kita semua. [as-Surianji].

 


[1] Lihat biografi beliau dalam Mu’jam al-Ma’ajim (3/18-68).

[2] Majmu fi Tarjamah al-Allamah al-Muhadits Hammad bin Muhammad al-Anshari hal. 611, no. 116.

[3] Lihat informasinya dalam Tsabat al-Muhadits Abu Bakar Arif Khuwaqir, beliau termasuk murid atau menjumpai para masyaikh diatas.

[4] Melalui jalur gurunya ini, Syaikh Yasin menyebutkan riwayatnya, yakni dari jalur Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi dari Syaikh Abdul Ghani bin Abu Sa’id al-Mujadidi dari Syaikh Muhammad Abid as-Sindi dari Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi …dst.

[5] Lihat Masyahir Ulama Najd karya Syaikh Abdurrahman bin Abdul Latif alu Syaikh hal. 48 dst,

[6] Memang riwayat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dari Syaikh Abdullah al-Bashri wujud diantara nash sebagian ijazah ulama riwayat, namun keshahihannya masih jadi perdebatan. Syaikh Abdul Hayy al-Kattani dalam Fihras al-Faharis wa al-Atsbat wa Mu'jam al-Ma'ajim wa al-Mashyakhat wa al-Musalsalat hal. 365 berkata, “Seandainya shahih riwayat Muhammad bin Abdul Wahab dari al-Bashri, hal ini menjadikan beliau merupakan akhir muridnya didunia”.

[7] Lihat Masyahir Ulama Najd hal. 78

[8] Lihat A’lam Al-Makkiyyin (I/349-350).

[9] Lihat Masyahir Ulama Najd hal. 260,

[10] Lihat Bulughul Amani hal. 63

[11] Lihat dalam kitab Tsamr al-Yani’ fi Ijazat ash-Shani’, karya Abu Zakaria Shalih bin Sulaiman al-Hijji.

[12] Lihat Masyahir Ulama Najd hal. 152.

[13] Lihat Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Mani Hayatuhu wa Aatsaruhu karya Prof. Dr. Athiyah Abdul Halim, Jami’ah Ummul Qura’ Mekkah.

[14] Lihat Fathul Jalil, tsabat Ibnu ‘Aqil hal. 343

[15] Lihat Tarajim Mutaakhiri al-Hanabilah hal. 28, Masyahir Ulama Najd hal. 402, A’lam al-Makiyiin (1/29).

[16] Lihat Fathul Jalil, tsabat Ibnu ‘Aqil hal. 340.

[17] Lihat Baini wa baina Hamid al-Faqi melalui kitab: Jumhurat Maqalat al-Allamah asy-Syaikh Ahmad Muhammad Syakir (hal 63-64).

[18] Lihat Abdul Hamid bin Badis wa Juhuduhu at-Tarbawiyah karya Mushtofa Muhammad Hamidatu hal. 53.

[19] http://www.ferkous.com/site/rep/R15.php

[20] Lihat Natsr al-Jawahir (1/669-670),

[21] Lihat Ad-Da’wah as-Salafiyah fi Syabah al-Qarah al-Hindiyah Hal. 452

[22] Lihat Tsamr al-Yani’ hal 284

[23] Lihat al-Ghayah karya Syaikh al-Ushoimi hal. 13.

[24] Lihat al-A’lam (4/11)

[25] Lihat Faidh al-Mabadi’ hal. 96.

[26] Lihat Ad-Da’wah as-Salafiyah fi Syabah al-Qarah al-Hindiyah Hal. 462

[27] Lihat Natsr al-Jawahir (1/701-702),

[28] Lihat biografi beliau dalam Muqadimah Halil Muslim Mulzam Bittiba Mazhab Mu’ayyan minal Mazhahib al-Arba’ah?.

[29] Baini wa baina Hamid al-Faqi lewat kitab: Jumhurat Maqalat al-Allamah asy-Syaikh Ahmad Muhammad Syakir hal 390.

[30] lihat Mu’jam al-Ma’ajim 3/50

[31] Lihat Tsamr al-Yani hal. 292

[32] Lihat Natsr al-Jawahir (1/708-710).

One Response so far

  1. Budhi says:

    demikian mulianya beliau, dipuji dari 2 kelompok yang berselisih

Leave a Reply

Mohon berkomentar dengan santun

Labels